Akrab dengan Tuhan – Belajar dari Musa

Saya merenungkan kisah Musa dalam Alkitab ~ lagi. Ini bukan pertama kalinya bagiku. Sejak kecil, kisah Musa sangat berkesan bagi saya secara pribadi, sama seperti kisah Kang Ucup dan Rut dalam Perjanjian Lama.

Setiap kali saya merenungkan kisah Musa, saya berharap untuk dapat berbicara langsung dengan Allah, seperti Musa.

Saya tahu saya tidak sendirian. Beberapa orang Kristen juga bertanya-tanya apakah mereka dapat melakukannya juga, berbicara dengan Tuhan secara langsung. 

Pertanyaannya adalah “Apakah Tuhan masih berbicara seperti yang Ia lakukan pada Musa? Apakah mungkin bagi kita untuk mengalami itu? Jika ya, bagaimana caranya?”

Saya melihat beberapa dari kita terjebak pada titik ini. Kita berhenti bertumbuh karena kita terpaku pada pertanyaan di atas. Kita menunggu Tuhan untuk mengungkapkan diriNya dan berbicara kepada kita.. kita meminta tanda dan keajaiban, ‘Di mana semak yang terbakar itu, Tuhan?!’

Kabar baik bagi kita: ALLAH MASIH BERBICARA KEPADA KITA! Bahkan saat ini ketika saya menulis ini. Sekarang ini saat kamu membaca ini. Bisakah kamu mendengar suaraNya?

Dunia ini bising. Banyak suara yang mencoba menarik perhatian kita. Jika kita tidak hati-hati, kita cenderung lebih mendengarkan dan mengikuti suara dunia ketimbang suara Tuhan. 

Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku  dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. (Yohanes 10:27-28)


Perjalanan saya untuk mengenal hati Tuhan membuat saya belajar bahwa relasi itu penting. Relasi yang akrab dengan Tuhan membuat kita mengenal suaraNya. 



Dari kisah Musa, saya menemukan setidaknya 3 hal tentang relasi dengan Tuhan.

1. Syarat dan Ketentuan

Tuhan membuat aturan untuk orang Israel. Keluaran 15:26  “Jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan apa yang benar di mata-Nya, dan memasang telingamu kepada perintah-perintah-Nya dan tetap mengikuti segala ketetapan-Nya,…”; Keluaran 19: 5-6 “… jika kamu sungguh-sungguh  mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku,” Ayat tersebut adalah beberapa ketentuan yang Tuhan buat. 

Tampaknya bertentangan dengan kasih Allah yang tak bersyarat, bukan? Mengapa Tuhan membuat syarat bagi orang Israel? Jika dia ingin memberkati mereka, mengapa dia tidak melakukannya saja. Mengapa ada syaratnya? Saya pribadi melihat ketentuan dan ketetapan Tuhan sebagai cara untuk membuat kita tetap aman. Tuhan membuat peraturan bukan untuk membatasi kita. Sebaliknya, dia ingin menyelamatkan kita dari cara hidup yang salah.

Praktiknya, tak jarang dalam kita berelasi dengan Tuhan, kita menuntut Tuhan memenuhi janjiNya tanpa menghiraukan ketentuan dan ketetapan yang Tuhan telah beri. 

2. Bertemu Tuhan tanpa ada perubahan

Orang-orang Israel bertemu dengan Allah dengan mengalami karya-Nya yang menakjubkan dalam perjalanan keluar dari Mesir. Tulah-tulah, tiang awan dan api, mukjizat Laut Merah, manna, air dari batu karang. Intinya adalah orang Israel bertemu dengan Tuhan, namun mereka masih mengarahkan hati mereka kepada Baal.

Sama seperti orang Israel pada zaman Musa, kita seringkali menjadi orang Kristen yang mengandalkan iman kita pada tanda dan keajaiban, lalu lupa dan kembali ke cara hidup kita yang lama dan meninggalkan Tuhan. 

Perjumpaan dengan Tuhan sebaiknya diikuti dengan sebuah relasi. Berbeda dengan Musa yang memilih untuk membangun relasi dengan Tuhan, orang Israel pada saat itu, sekalipun telah mendapat kesempatan untuk bertemu Tuhan lewat karya ajaibNya, tidak memilih untuk membangun relasi denganNya. 

Proses perjumpaan Musa dengan Tuhan ketika dia berada di Horeb melalui pengalaman semak yang terbakar berlanjut pada sebuah relasi. Relasi yang membawanya pada pengalaman iman yang lebih karib dengan Tuhan.
3. Tatap muka: Relasi yang mengubah hidup

Setelah berkali-kali Tuhan berbicara kepada Musa melalui tanda-tanda, akhirnya Alkitab menyebutkan ini: Dan TUHAN berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka  seperti seorang berbicara kepada temannya  (Keluaran 33:11). Ini memberi kita gambaran tentang perjalanan Musa membangun hubungan yang lebih karib dengan Tuhan. Dari semak terbakar ke pertemuan tatap muka, Tuhan berbicara kepadanya secara langsung.

Bagaimana cara Musa mencapai level itu? Saya percaya itu karena dia begitu setia selama berjalan bersama Tuhan. Itu dimulai dengan panggilan Tuhan baginya untuk memimpin orang Israel. Pada saat itu kita bisa melihat betapa tidak nyamannya dia. Ia bahkan berdebat dengan Tuhan soal kemampuannya berbicara. Tetapi pada akhirnya dia mengatakan YA kepada Tuhan. Pertumbuhan iman dan perjalanan spiritualnya dimulai ketika Musa setuju dengan ketetapan Tuhan.

Musa taat kepada Tuhan bukan karena dia yakin dengan kemampuannya sendiri. Itu karena dia mempercayai Tuhan dan janji-janjinya. Ada juga saat-saat ketika dia ditantang oleh sikap orang Israel, namun Musa tetap patuh.

Ketaatan adalah kunci untuk pertumbuhan iman kita. Ketaatan memimpin Musa dari perjumapaan lewat semak yang terbakar ke percapakan tatap muka. Perjumpaan itu mengubah kehidupan Musa, perjumpaan yang menjadi berkat bagi kehidupan orang Israel.

Proses kita membangun relasi dengan Allah adalah proses seumur hidup. Kita tidak bisa berhenti pada tahap pertama di mana kita mendapatkan pengetahuan tentang hukumnya. Dan kita tidak bisa berhenti di ‘momen semak terbakar’ ketika kita tanda dan mukjizat. Ketaatan kita diperlukan untuk membawa kita ke tingkat keintiman yang lebih dalam dengannya. 

Ayo taat.

Review Your Cart
0
Add Coupon Code
Subtotal