Supir Taxi 'Tobat' !

Setelah pupus lantaran rencana ke Jerman dan Perancis (harus) ditunda, gue mulai menyusun rencana untuk traveling. Segera gue layangkan surat permohonan cuti holiday. Awalnya permohonan gue ditolak lantaran sudah cukup banyak coworkers yang injin cuti di tanggal tersebut. Mendadak jurus drama ala Korea yang sedikit berbumbu goyangan India muncul begitu saja. Dengan mata berkaca-kaca, suara dilembut-lembutkan dan sedikit nelangsa, gue memohon mereka untuk memberikan izin libur di tanggal yang udah gue tentuin. Awalnya mereka kekeuh gak akan kasih ijin cuti. Argh! Pokoknya harus dapat libur. Kalimat itu meraung di kepala gue, membuat gue semakin bulat bertekad untuk mendapatkan libur di tanggal itu. Beberapa menit beraksi kayak pemain drama Korea rupanya membuahkan hasil: permohonan cutiku dikabulkan. Horay!!

Gue selalu suka laut. Bukan karena gue titisan Nyi Rara Kidul, tapi karena gue memang sea addicted. Gue suke enikmati suasana pulau kecil yang dikelilingi lautan. Seperti saat gue di Mentawai dulu. Karena itulah gue memilih Iona untuk liburan kala itu. Pulau Iona itu letaknya ada di Scotland. Kalau di peta, posisinya ada di (agak) ujung atas Kerajaan Inggris Raya aka Great Britain. Selain karena ingin ke pulau, gue memilih Iona memang karena Komunitas Ekumenis-nya yang terkenal sejagat. Kalo kamu nggak pernah denger Komunitas Iona, mungkin kamu bukan dari jagat raya ini. Hahahaha… maksa bener ih.

Setelah tempat ditentukan, gue segera menyusun anggaran. Karena gue bukan orang kaya, tapi kaya orang, sudah pasti budget yang disiapkan cukup untuk travelling ala backpacker saja. Lagipula, gue memang lebih suka jalan-jalan hemat. Sekalipun sudah pasti semakin hemat anggaran, semakin jauh dari yang kebanyakan orang sebut nyaman.

Karena ini jalan-jalan hemat, gue pun segera mencari tiket bus Milton Keynes-Glasgow, Glasgow-Oban, tiket feri Oban-Craignure, tiket bus Craignure-Fionnphort, tiket feri Fionnphort-Iona. Sewaktu melihat harga murah, gue langsung urus transaksi pembelian untuk beberapa tiket yang memang bookable. Selebihnya tiket bisa dibeli on board.


Sekali lagi, karena ini liburan hemat, tentunya soal penginapanpun sangat kuperhitungkan. Jangan bayangkan penginapan mewah nun mahal yang sudah pasti nyaman dan dilengkapi dengan fasilitas komplit dan pelayanan yahud. No, there’s no five stars hotel for kere backpacker like me. Instead, billion stars hotel aka campground yang beratapkan langit dan bintang-bintang. Jadi segeralah gue book satu tempat di perkemahan itu hanya dengan membayar Â£1 dan sisanya dibayar di tempat.

Well, satu hari sebelum hari yang dinanti tiba, gue mulai mengemas segala keperluan. Dan lagi-lagi demi menghemat pengeluaran, gue memilih membawa makanan dari rumah.

So, berikut barang-barang bawaan gue:
 âœ“  Pakaian ganti: 1 trouser, 3 shirts, 1 jacket, underwear trainer, socks
 âœ“  Skin gears.. instead of call it beauty care. Just want to make it sounds adventurous
 âœ“  Umbrella ella ella…
 âœ“  Tiny pot, small knive
 âœ“  Pack of Candles, matches
 âœ“  Can of sweetcorn, carrots, oranges, tofu 
 âœ“  3 water bottled @500 ml, Instant ginger drinks
 âœ“  Copy of passport

Bawaannya nggak banyak kok, cuma 1 ransel dan 1 tas jinjing kecil untuk snack di jalan. Beberapa kawan sempat geleng-geleng kepala saat tahu gue akan berkemah di Iona. Seorang dari mereka bertanya-tanya, “kemah sendirian di tempat yang loe sama sekali gak kenal, edan!” Gue cuma nyengir aja. Buat sebagian orang mungkin terdengar nekat dan nyape-nyapein diri sendiri. Tapi toh nyatanya gue gak sendirian, karena di dunia ini banyak kok backpacker perempuan yang justru jauh lebih nekat dari gue. Yeah gue mah bisa dibilang masih ‘bau kencur’ atau bahasa forumnya newbie.

Lalu, tanggal yang dinantikan tiba. Saat orang serumah masih pada ngorok, jam 01:00 BST, gue dijemput. Bukan sama pangeran, tapi sama supir taxi yang akan mengantar ke Kingston Centre, di mana gue bakal naik bus ke Glasgow. Yah, dijemput supir taxi pun udah senang banget lantaran waktu itu gue jomblo ngenes. Ngenes karena gagal menjalin hubungan sama bule Polandia. Ih curhat….

Eh, tapinya… si supir taxi pun ikut-ikutan melukai hatiku. Eaaa. Tega benar itu supir taxi mau ngibulin saya soal tarif. Biasanya dari rumah ke Kingston Centre itu cuma Â£5, tapi dia minta Â£8. Untungnya, otakku lagi jalan kala itu. Segera ku minta bon bukti pembayaran dan dengan lantang ku sebut nama si supir dan nomor id nya. Maksudnya sih menggertak secara nggak langsung… selama gue tahu nama dan id nya, kapanpun gue bisa melapor ke perusahaan taxi yang bersangkutan. Gue lihat ia jadi salah tingkah, namun ia tetap meminta Â£8. Gue sodorin £8 dan segera mencatat nomor id nya. Sengaja gue perlihatkan padanya kalau gue mencatat nomor id dan namanya pada secarik kertas. -Jangan heran kenapa gue ready dengan kertas dan pena, dua benda itu selalu di jaketku saat gue bertualang. Karena seringkali perjalanan memberiku inspirasi yang harus dicatat-

Saat gue keluar dari taxi dan menunggu bus, taxi itu tak juga pergi. Entah kenapa. Gue masa bodoh. Tapi setelah 3 menit, si supir memanggilku, meminta kembali bon yang telah diberikannya tadi, menggantinya dengan yang baru dan mengembalikan Â£3 uangku lalu pergi. Gue tersenyum MENANG. Dua orang yang ada di tempat itu yang rupanya memperhatikan kami, geleng-geleng kepala. “He tried to cheat you?” tanya mereka. “Yes, but I noted his name and id, and he knew it. That’s why he gave my money back.”

Baru saja memulai perjalanan, sudah kudapatkan pelajaran berharga. Bukan sekedar bagaimana merespon cerdik atas perilaku licik, tapi lebih dari itu. Ketika gue memperlihatkan pada si supir detik-detik saat gue mencatat nama dan id-nya, sungguh gue bergumul antara rasa geram dan iba. Seiring dengan pena yang menari dijemariku, gue bertanya pada diriku sendiri:

Apakah gue akan benar-benar melaporkannya? Oh pasti lah, biar dia belajar. Tapi gimana kalo hanya karena ini dia dipecat? Mungkin dia berbuat demikian karena kepepet banget, yakin mau lapor? Iya sih, kasihan kalau sampai dipecat hanya karena £3 yang ia ‘curi’. Haruskah gue biarkan orang seperti ini? Tidak! Ia harus belajar.
Hey, dia punya alasan melakukan itu. Argh….!

Well, monolog itu berakhir tanpa jawaban. Tapi syukurlah dalam waktu 3 menit saja supir taksi itu tobat. Mungkin telah terjadi monolog juga dalam dirinya, antara melanjutkan aksi curangnya atau bertindak jujur. Mungkin bukan gue dan si supir taksi saja yang bermonolog. Gue yakin, tiap kita pasti punya momen bermonolog. Mungkin orang lebih kenal dengan istilah Self Talk ya… Apapun namanya, mungkin ini bisa sedikit menggambarkan bagaimana kita selalu diperhadapkan pada pilihan baik dan buruk di keseharian kita. 

Buat gue, tidak ada orang baik dan tidak ada orang jahat, yang ada ialah orang yang memilih berbuat baik dan orang yang memilih berbuat jahat. 

Eh, balik lagi ke petualangan gue. Tepat pukul 02:00 akhirnya bus pun tiba. Petualangan gue pun dimulai. 

Bus berwarna biru dengan tulisan Megabus besar pada sisi kiri dan kanan body bus tersebut melaju menembus pagi. Perjalanan gue menuju Glasgow memakan waktu kurang lebih 9 jam 30 menit. Kebayang dong garing nya kayak apa 9 jam di bus sendirian. Tapi syukurlah bule ganteng di sebelah asik diajak ngobrol. 


Review Your Cart
0
Add Coupon Code
Subtotal