Ups!

Pernah mendengarkan orang bicara bertele-tele? Atau seorang rekan yang hobinya bercerita tentang dirinya secara mendetail sampai hal-hal terkecil dalam hidupnya, bahkan ia juga menyertakan banyak nama lain dalam ceritanya yang kita sendiri nggak kenal? Jika pernah, apa yang Kamu rasakan saat itu? Jenuh, bosan, bete abis kan. Bahkan kalau bisa dan kalau tega kita pasti memilih untuk pergi dari tempat itu. Fakta memperlihatkan bahwa orang yang suka berbicara diperkirakan melontarkan 30.000 kata setiap hari! Artinya, kita ngabisin banyak waktu dalam hidup hanya untuk bicara. Hal ini dapat menjadi hal baik jika selama hidup kita berupaya mengucapkan kata-kata yang penuh berkat. Tapi hati-hati! Hal ini juga dapat menjadi hal buruk jika selama hidup kita tidak mengendalikan lidah kita dan terus-menerus mengucapkan kata yang sia-sia.

Suatu kali di hari minggu, saya dan rekan saya datang berkunjung ke sebuah gereja. Setelah mengikuti ibadah di sana, kami menyempatkan diri untuk mengisi perut yang terasa lapar. Dan kebetulan tidak jauh dari gedung gereja ada “food court” dadakan di mana sudah berjejer para penjaja makanan beserta gerobak mereka. Setelah memesan bakso dan sebotol teh dingin, kami duduk di antara para pembeli lain. Mereka begitu asik berbincang dan tentu saja kami dapat mendengarkan pembicaraan mereka karena kami berada di antara mereka. Alangkah terkejutnya saya ketika mendengar mereka tengah mengumpat rekan mereka lainnya sambil sesekali mencibir sinis dan sesekali tertawa terkekeh-kekeh. Belum lagi ketika seorang di antara mereka merasa tidak puas karena pesanannya yang tak kunjung datang. Diteriakinya si penjual keras-keras sambil sesekali mengumpat. Saya dan rekan saya hanya saling berpandangan. Rasanya tidak nyaman duduk di antara mereka dan lebih menyakitkan lagi ketika mengetahui bahwa mereka tak lain adalah jemaat gereja setempat.

Mungkin peristiwa yang saya alami hanya satu dari sekian banyak peristiwa serupa di banyak gereja. Kita sering menjumpai orang Kristen yang demikian. Orang-orang yang mengaku beribadah sebagai Kristen namun tidak mengekang lidahnya. Mereka lupa bahwa abang bakso mengenal mereka sebagai seorang Kristen yang baru usai mengikuti ibadah Minggu. Mereka lupa identitas mereka sebagai anak Allah yang seharusnya mempersaksikan kemuliaan Bapanya di sorga dan bukan mencemarkan nama baik-Nya.

“Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya,
ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya”

Yakobus 1:26


Hm… ingat nggak apa yang biasa dilakukan seorang dokter ketika memeriksa pasien? Seorang dokter pasti akan meminta si pasien untuk membuka mulut. Karena dengan melihat lidah seorang dokter dapat mengatakan banyak hal mengenai kondisi kesehatan si pasien. Sama halnya dengan hidup kekristenan kita. Lewat lidah orang dapat menilai kualitas hidup kita sebagai Kristen. Karena itu kita perlu berhati-hati dengan perkataan kita. Bukankah kita ini anak Allah dan itu berarti kita harus dapat menjaga nama baik Bapa kita? Karena itu, belajarlah mengendalikan setiap perkataan kita. Pakailah lidah kita untuk memuliakan Allah. Ucapkanlah berkat bukan umpatan ataupun kutuk. Ingat! Di luar sana banyak ‘abang bakso-abang bakso’ lainnya yang mengenali kita sebagai seorang Kristen.

Sekarang, kita harus memilih. Apakah kita mau mempersaksikan kemuliaan Allah dengan menjaga setiap tutur kata kita, atau kita berucap seenaknya dan mempermalukan nama-Nya?

 
Tuhan memberkati.
Review Your Cart
0
Add Coupon Code
Subtotal